Friday, February 17, 2012

Short Story ~ Part 3 Hate

Hate


Tira memarkir sepedanya di parkiran sekolah lalu bergegas masuk kelas. Ketika melihat Hiro yang buang sampah sembarangan, dia langsung menegur cowok itu.
”Sampahnya, dong, please dimasukin ke tong sampah!” Hiro nyengir lalu memungut sampah itu dan memasukkannya ke tong sampah. Tira memang dikenal sebagai pecinta lingkungan. Hobinya aja kreasi daur ulang dan ekskul yang diikutinya adalah berkebun.
“Tira, aku boleh nebeng kamu sampai jalan Sakura nggak pulang sekolah nanti?” Tanya Nad begitu Tira sudah duduk manis di bangkunya.
“Emang kamu mau naik sepeda?” Tira balik bertanya.
”Kenapa nggak?” Tira manggut-manggut. Agak sedikit heran dengan Nad yang mau nebeng naik sepeda karena dia sendiri sering diledek dan dibilang sok jadi pecinta lingkungan dengan naik sepeda. Apalagi cuma dia sendiri cewek di sekolah ini yang naik sepeda. Kalo cowoknya ada beberapa orang yang naik sepeda.
”Biar sehat” jawab Tira kalo ditanya kenapa naik sepeda.
”Aduh, Tira.. kamu pikir kita tinggal di Jepang atau Korea gitu? Di sana cuacanya nggak panas terik kayak di sini dan udaranya bersih karena orang-orangnya pada sadar sama kebersihan lingkungan. Tapi kalo di sini, ampun, deh! Selain bikin kulit hitam pekat, udaranya juga kotor. Bukannya sehat, yang ada juga jadi penyakitan...”
”Banyak omong doang juga nggak sehat! Mending langsung direalisasikan!” potong Tira sambil berlalu.
*

”Kayaknya aku perlu beli sepeda juga, nih!” ujar Nad.
”Buat apa?” tanya Tira sambil mengayuh sepeda mininya.
”Ya buat di pake ke sekolah”
”Entar kulitmu jadi hitam!” ledek Tira. Nad tertawa.
”Kan bisa pake sun block
”Ribet amat” Nad kembali tertawa. Nad dan Tira sering dikatain bagai siang dan malam, bagai pinang dibelah kapak. Tira hitam pekat, rambut ikal sebahu dan agak pendek. Sedangkan Nad berkulit putih bersih, rambut lurus panjang dan tinggi langsing. Dalam hal kepintaran pun Nad jauh lebih unggul dari Tira. Akhirnya setelah sampai di tempat yang dituju, Nad pamit dan Tira melanjutkan perjalanan pulang. Kayuhan sepedanya sempat terhenti sebentar ketika sebuah sepeda motor melewatinya. Dia kenal betul sepeda motor itu dan pemiliknya. Arlon. Cowok yang ditaksirnya sejak dua tahun lalu. Tapi tak ada seorang pun di sekolahnya yang tau tentang hal tersebut. Cowok yang belakangan ini lagi mendekati teman sebangkunya, Nad.
*

”Arlon pulang bareng Nad lagi?” tanya U-na. Tira mengangguk lesu. Setelah kemarin Nad meminta boncengan dengannya, hari ini Nad terlihat boncengan dengan Arlon lagi.
”Gosipnya mereka udah jadian” ujar Tira pelan. Saat ini Tira dan U-na sedang berada di sebuah food court dekat bimbel U-na. Mereka janjian ketemuan setelah U-na selesai bimbel.
”Kan baru gosip” U-na berusaha menghibur.
”Ya tetap aja aku kalah”
”Sabar, ya , Ra!” Tira mengangguk lesu. Tira memang hanya bisa curhat pada U-na, sohibnya sejak SMP. Tapi SMA ini mereka pisah sekolah karena nilai U-na tidak cukup untuk masuk ke SMA favorit tempat Tira.
”Trus kamu sendiri gimana? Cowok yang kamu taksir di bimbel itu siapa namanya?” tanya Tira sambil menyeruput minumannya.
”Roki” jawab U-na.
”Dia udah punya cewek atau belum?”.
”Nggak tau! Aku aja nggak pernah ngobrol sama dia. Dan kayaknya dia juga nggak tertarik sama aku” jawab U-na sedih.
”Sabar ya, Na!” Tira menggenggam tangan U-na. ”Nasib kita kok sama ya?”
*

Tira kaget begitu tau Arlon jadi anggota baru ekskul berkebun. Mungkinkah Tuhan mengabulkan doanya selama ini agar dia bisa dekat dengan cowok itu? Entahlah! Yang pasti Tira senang karena setidaknya ada kesempatan untuk ngobrol dengan cowok itu.
”Tira, ya kalo nggak salah namanya?” Tira kaget sekaligus senang karena Arlon tau nama dan kelasnya ketika ekskul berkebun.
”Teman sebangku, Nad, kan?” Kesenangan Tira seketika lenyap. Ternyata Arlon mengenalnya karena dia teman sebangku Nad.
*

”Nebeng lagi, ya?” ujar Nad.
”Bukannya sama Arlon?” selidik Tira.
”Nggak, ah! Entar orang mikirnya kita pacaran lagi” ujar Nad santai.
”Bukannya emang iya?” Nad menggeleng. Kemudian dia tertawa.
”Gosip jangan didengerin!” Tira menghela nafas. Seenggaknya dia tau kalo Nad dan Arlon nggak pacaran.
*

Tanpa bisa dipungkiri, perasaan Tira makin dalam pada Arlon. Apalagi sejak intensitas pertemuan mereka semakin banyak dan sering ngobrol soal berkebun. Bagaimana jika aku menyatakan perasaan duluan? Hal seperti itu kan tidak tabu lagi sekarang. Dari pada memendam perasaan ini, rasanya sakit. Akh...
”Gimana, Na menurutmu?” Tira meminta saran U-na.
”Kalo kamu udah siap dengan resikonya, ya udah lakuin aja” Akhirnya Tira yakin untuk memantapkan hatinya.
*

”Ada apa?” Tira menghela nafas panjang. Memandang Arlon yang berdiri tepat di depannya. Jarak mereka tak sampai satu meter.
”Aku suka kamu” kata Tira tegas. Arlon yang mendengar itu menyerngit. Tira memandang Arlon datar tanpa ekspresi. Arlon jadi salah tingkah.
”Ngg.. aku terima kasih banget kamu udah suka sama aku tap...”
”Di tolak kan?” potong Tira cepat. Arlon jadi tambah bingung karena tiba-tiba ditembak seorang cewek. Sedangkan dia sendiri baru saja ditolak oleh Nad tadi ketika dia menyatakan perasaannya.
”Maaf” Hanya itu yang keluar dari mulut Arlon. Tira menghela nafas. Kemudian dia menjulurkan tangannya. Ragu Arlon menyambutnya.
”Makasih udah mau meluangkan waktu untuk mendengarkan perasaan yang udah lama ku pendam ini. Sekarang aku merasa lega” Tira melepaskan genggamann tangan itu dan tersenyum getir. Kemudian dia berbalik dan segera berlalu. Arlon hanya mematung. Tira mempercepat langkahnya. Dia tidak ingin mengatakan kata-kata seperti ’kita masih bisa berteman lagi, kan?’ atau ’kamu nggak benci aku, kan?’. Karena sebenarnya Tira tidak tahu apakah dia akan bisa berbuat hal seperti itu nantinya.
***
















Read more ...

Wednesday, February 15, 2012

Short Story ~ Part 2 Love or Hate

Love or Hate


“Aku nggak nebeng hari ini” ujar Max ketika bel pulang sekolah berbunyi.
“Bagus, deh jadi aku bisa bebas godain cewek, sapa tau ada yang minat buat dibonceng” ujar Hiro sambil ketawa. Max nyengir.
*

Ketika sampai di tempat bimbel, Hiro langsung menuju ruangannya. Ya, dia ’terpaksa’ harus ikut bimbel, karena nilainya semester lalu ancur lebur dan karena itu dia diancam ortunya bakal dipotong uang bulanannya dan motornya harus dijual. Kecuali, nilainya kembali berada di zona aman, maka motor kesayangannya akan tetap setia menemaninya dan begitu juga uang bulanannya bakal tetap utuh. Makanya Hiro ’terpaksa’ ikut bimbel. Dan hasilnya nilainya kembali berada di zona aman. 

Kali ini Hiro datang terlalu cepat seperti beberapa hari yang lalu. Padahal awal-awal ikut bimbel, dia selalu datang terlambat dan ogah-ogahan.
”Hei, cepat banget datangnya!” seorang cewek manis berambut pendek yang baru datang menyapanya.
”Iya, dong biar nggak telat lagi!” ujar Hiro sambil nyengir. Sebenarnya alasan Hiro datang cepat adalah karena Ayumi, cewek manis yang menyapanya tadi. Hiro naksir cewek itu ketika pertama kali melihatnya saat dia telat dan terpaksa duduk di samping Ayumi, karena hanya bangku di samping Ayumi yang kosong pada saat itu.
*

Kian hari perasaan Hiro pada Ayumi kian dalam. Tapi dia belum berani menyatakan perasaannya karena dia sama sekali tak tahu perasaan cewek itu walau mereka sering ngobrol dan beberapa kali jalan bareng sepulang bimbel. Hiro juga tidak tahu apakah Ayumi sudah punya pacar atau belum.
”Hei, ngelamun aja!” tegur Ayumi. Hiro nyengir karena kaget dengan kedatangan Ayumi yang tiba-tiba itu.
”Eh, pulang ini bisa temani aku ke mall bentar nggak?”
”Bisa” Hiro mengangguk mantap.  Tiba-tiba seorang cewek lewat.
“U-na!” panggil Ayumi pada cewek yang baru lewat tersebut. Cewek itu menoleh dan Ayumi mendatanginya. Terlihat mereka ngobrol sebentar. Sesekali pandangan cewek itu menatap Hiro yang sedang berkhayal indah akan berduaan dengan Ayumi sepulang bimbel ini.
*

Ayumi sibuk memilih topi sedangkan Hiro setia di dekatnya.
”Yang ini bagus nggak?” tanya Ayumi sambil menunjukkan sebuah topi berwarna biru dengan tulisan Visor. Hiro mengacungkan jempolnya. Seketika itu juga Ayumi memakaikan topi itu ke kepala Hiro. Lalu dia tersenyum.
”Kamu jadi keren!” wajah Hiro memerah seketika.
”Emang buat siapa?” tanya Hiro kikuk. Berharap topi itu untuknya.
”Mau tau aja” jawab Ayumi sambil tersenyum jahil.
”Yang pasti buat seseorang yang sangat berarti buatku” tambah Ayumi. Hiro tersentak. Dia ingat perkataan Ayumi beberapa hari yang lalu, ”Roki, kamu adalah teman yang paling baik dan pastinya sangat berarti bagiku”
Deg! Apakah yang dimaksud adalah aku? Seketika Hiro tersadar kalau dua hari lagi adalah ulang tahunnya. Mungkinkah topi itu untukku?
*

Hiro bertekad untuk menyatakan cintanya hari ini pada Ayumi. Apalagi hari ini adalah hari ulang tahunnya. Jadi dia sudah merencanakan akan menembak Ayumi setelah Ayumi memberikan kado topi tersebut padanya. Akh.. rencana yang sempurna! Ketika bel pulang berbunyi, Hiro yang berniat mengajak Ayumi pulang bareng, malah tidak melihat cewek itu sama sekali. Cepat-cepat dia turun dan mencarinya. 

Ketika dia akan memanggil cewek itu, Ayumi sudah naik ke boncengan sepeda motor. Si pengemudi sepeda motor itu membalik wajahnya sebentar ke arah Ayumi dan tersenyum. Jelas kelihatan cowok itu sangat tampan apalagi memakai topi biru bertuliskan Visor. Ayumi memeluk pinggang cowok itu dan motor pun melaju.
”Pacar Ayumi keren banget, ya!” ujar suara di dekatnya. Beberapa orang cewek terlihat sedang bergosip ria soal Ayumi dan cowok bertopi Visor itu. Hiro menghela nafas. Sekarang Hiro tau kalo hati yang ingin dimilikinya ternyata sudah memiliki hati yang lain. Sakit!. Apalagi kalo ingat bahwa hari ini adalah hari ulang tahunnya. Hiro meringis. Ayumi saja bahkan tidak tahu kalau hari ini adalah hari ulang tahunnya. Ternyata dia yang terlalu kepedean. Hiro menghela nafas lagi. Namun bagaimana pun, dia harus berbesar hati untuk menerimanya. Mungkin belum saatnya dia diberi kesempatan untuk memiliki kekasih.
”Kapan punya pacar, ya?” gumamnya sambil berlalu. Tanpa disadari, seorang cewek yang lewat berpapasan dengannya berhenti dan berbalik. Menatap punggung Hiro dengan tatapan sendu.
***













Read more ...

Tuesday, February 14, 2012

Short Story ~ Part 1 Love

Love


“Nad, nggak ke kantin?” Tanya Tira pada Nad, teman sebangkunya. Nad tersenyum lalu mengangguk. Ketika mereka baru saja akan melangkahkan kaki keluar kelas, seorang cowok menghadang. Cowok bernama Arlon itu merupakan salah satu cowok populer dan disukai banyak cewek di sekolah ini.
“Mau kemana Nad?” sapa Arlon ramah pada cewek berlesung pipit di pipi kanannya itu.
“Kantin”
“Hmm.. nanti pulang bareng, yuk!”
“Aku duluan ke kantin, ya!” Belum sempat Nad menjawab ajakan Arlon, Tira sudah memotong duluan. Kemudian cewek itu bergegas pergi tanpa meminta persetujuan Nad. Lagi-lagi ketika Nad akan bicara, seorang cowok tinggi kurus menyenggol tangan Nad. Cowok itu menatap Nad dan Arlon sekilas lalu tatapan matanya seolah meminta sedikit jalan keluar dari tubuh Nad karena memang posisi cewek itu persis berdiri menghalangi jalan keluar kelas. Nad menatap cowok bernama Max itu lalu menyilakannya lewat.
“Gimana, Nad?” ulang Arlon.
“Hmm.. oke deh!”
“Ya udah entar ku tunggu di taman dekat parkiran, ya?” Nad mengangguk. Arlon segera berlalu dan Nad menyusul Tira ke kantin.
*

Max menatap kelasnya yang gaduh karena guru yang mengajar sedang berhalangan hadir. Lalu cowok itu menyilangkan kedua tangannya dan menghempaskan tubuhnya ke bangku. Beberapa anak cowok terlihat mendatangi meja Nad. Cewek itu memang cantik dan terkenal ramah. Dia juga pintar dan cukup popular. Banyak yang naksir cewek mungil itu, tak terkecuali teman-teman sekelasnya.
“Max, kamu nggak tertarik sama Nad?” tanya Hiro, teman sebangkunya. Max menatap Hiro.
“Kamu sendiri?” baliknya bertanya. Hiro ketawa.
“Udah kalah saingan duluan” ujarnya sambil nyengir. Max cuma mesem.
*

Pelajaran Bahasa Inggris baru saja selesai dan sekarang jam istirahat.
”Jadi kapan kita mulai ngerjain tugasnya?” tanya Nad sambil tersenyum.
”Besok” jawab Max.
”Oke, kalo gitu besok sepulang sekolah ku tunggu di perpus ya” Max mengangguk dan Nad kembali ke bangkunya. Nad dan Max baru saja dipasangkan dalam satu kelompok tugas mereview sebuah buku yang sudah ditetapkan judulnya oleh guru yang bersangkutan. Ketika Max bangkit, berpasang-pasang mata sudah menatapnya dengan tatapan ingin membunuh karena dia dipasangkan dengan Nad dalam tugas kali ini.
*

Arlon sudah menunggu di taman ketika Nad datang. Tanpa basa-basi lama, Nad langsung menaiki motor Arlon. Ketika motor akan melaju, Max dan Hiro lewat dan melihat sekilas ke arah mereka berdua.
“Wihh.. enak banget tuh cowok ngebonceng Nad!” ujar Hiro.
”Tapi kamu beruntung banget bisa satu kelompok sama Nad” lanjut Hiro. Max tak peduli dan terus berjalan menuju parkiran.
”Woii.. tunggu!” teriak Hiro sambil mengejar Max.
”Ini yang mau nebeng sapa, sih sebenarnya?” gerutu Hiro. Max nyengir.
”Turun di jalan Sakura lagi?” tanya Hiro. Max mengangguk.
*

“Max, anterin mama ke tempat tante Sisi, ya!” Max yang baru selesai makan siang, menjawab iya. Hanya butuh waktu setengah jam pulang balik dari rumah ke tempat tante Sisi balik ke rumah lagi. Max memencet remote TV malas-malasan. Tiba-tiba bel berbunyi.
“Hai!” sapa seorang cewek sambil tersenyum. Nampak sebuah lesung pipit di pipinya. Max membuka lebar pintu rumah.
“Sendirian?” Max mengangguk.
“Tante mana?”
“Ke tempat tante Sisi” Max masuk diikuti cewek itu. Cewek itu pun duduk di samping Max yang melanjutkan nontonnya.
“Sorry, ya sayang tadi aku terpaksa mengiyakan ajakan Arlon soalnya nggak enak udah berkali-kali ku tolak” kata cewek itu yang tak lain adalah Nad. Max cuma manggut-manggut.
“Nggak marah kan?” Max menggeleng dan tatapannya tetap lurus ke depan tivi.
“Cemburu, ya?” goda Nad.
“Nggak!” jawab Max hampir berteriak karena pinggangnya terasa geli akibat Nad sudah sukses menggelitikinya.
”Tapi aku senang banget kita bisa satu kelompok. Jadi waktu kebersamaan kita makin banyak. Asik!” Nad tersenyum lebar, sementara Max cuma nyengir.
”Apa kamu tahu kalo cowok-cowok di kelas pengen nelan aku hidup-hidup karena aku satu kelompok sama kamu?”
”Tau kok!”
”Bangga?”
”Iya donk! Aku kan primadona kelas dan cowok-cowok itu mengagumiku. Trus...” Belum sempat Nad melanjutkan omongannya, Max sudah mengacak-acak rambutnya dan menggelitikinya.
**









Read more ...

Monday, February 6, 2012

Penpals



Ketika bongkar-bongkar barang, eh menemukan surat-surat dari Sahabat Penaku atau Pen pal dulu..




Lucu juga baca-baca lagi surat-surat dari para penpalku itu. Dulu belum ada ponsel dan nelpon mahalnya minta ampun, apalagi kalo ke luar kota. Alternatifnya, ya kirim surat. Tapi, ya itu nunggu balasannya lamaaa.... Tapi kalo udah dibalas, rasanya senang sekali sampe bisa dibaca berulang-ulang. loh suratnya hahay...

Dimana teman penpalku sekarang, aku sama sekali nggak tau karena udah asli lost contact sejak masuk kuliah. Gimana ya kabar mereka sekarang?



Read more ...